SINJAI, Jendela Satu— Kejaksaan Negeri Sinjai (Kejari) akhirnya menahan dua tersangka kasus korupsi Proyek Jembatan Balampangi di Desa Bua, Kecamatan Tellulimpoe, Kabupaten Sinjai. Kedua yang ditahan diantaranya tersangka berinisial G dan H.
Tersangka G merupakan Direktur CV. Lajae Putra dan H selaku Sub Pelaksana Lapangan pada pembangunan jembatan Balampangi tahun anggaran 2022. Kini, keduanya berada di Rumah Tahanan Negara Kelas IIB Sinjai.
“Setelah dilakukan pemeriksaan oleh Penyidik Tindak Pidana Khusus serta pemeriksaan kesehatan kedua tersangka akhirnya ditahan di Rutan kelas IIB Sinjai pada kamis (9/11/2023) kemarin,” ujar Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Sinjai, Zulkarnaen, Jum’at (10/11/2023).
Menurutnya, kedua tersangka dijerat pasal 2 Ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Serta, pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP
“Ancaman hukumannya maksimal 20 tahun dan minimal 4 tahun penjara,” ungkapnya.
Selain 2 tersangka, kata Zulkarnaen, pihaknya telah melakukan pemanggilan terhadap tersangka S namun belum hadir untuk memenuhi panggilan dari penyidik sehingga tim penyidik telah melakukan pemanggilan ulang terhadap tersangka S.
“Kita akan melakukan pemanggilan ulang terhadap tersangka S yang juga menjabat sebagai PPK Dinas PUPR Pemprov Sulawesi Selatan untuk dilakukan pemeriksaan,” bebernya.
Sekedar diketahui, pada tahun 2022 lalu Dinas PU dan Tata ruang Provinsi Sulawesi Selatan memperoleh Pagu anggaran untuk pekerjaan Pembangunan jembatan Balampangi sebesar Rp2,9 miliar.
Selanjutnya, saat dilakukan tender CV.Lajae Putra memenangkan proyek tersebut dengan harga penawaran Rp 2.319.963.090,40. Kemudian, Direktur CV Lajae Putra meminjamkan bendera kepada tersangka H.
Dalam perjalanan, tersangka G melakukan permohonan pencairan uang muka sebesar 30% dari nilai anggaran yaitu sebesar Rp. 695.988.929,- yang dicairkan oleh tersangka H.
Bahwa dalam proses pengerjaan Jembatan Balampangi mengalami “Deviasi Minus” sehingga tersangka G mengajukan permohonan perpanjangan kontrak karena tidak dapat menyelesaikan pekerjaan hingga batas waktu yang ditentukan.
Tersangka S memberikan perpanjangan kontrak selama 50 hari kalender namun hingga masa perpanjangan diberikan pekerjaan juga tidak dapat diselesaikan, sehingga pembangunan Jembatan terhenti atau mangkrak akibat perbuatan para tersangka mengakibatkan kerugian negara sebesar kurang lebih Rp 400.000.000,- (empat ratus juta rupiah).
Komentar