OPINI, Jendela Satu— Setiap wilayah di Indonesia tentu mempunyai tradisi pernikahan adat, begitu juga di Bugis yang terdapat pernikahan adat Bugis, pernikahan adat Bugis merupakan salah satu warisan leluhur yang tidak bisa di tinggalkan, apalagi prosesi nya.
Ada banyak prosesi pernikahan yang masih terus di lestarikan dan di budayakan oleh masyarakat Bugis hingga saat ini,
Yang jika di lakukan semua bisa memakan waktu yang sampai berhari-hari.
Pernikahan menurut orang Bugis bukanlah sesuatu yang dimana bersatunya kedua mempelai pria dan wanita dalam suatu hubungan halal saja, tetapi lebih dari itu ialah menyatukan kedua keluarga besar sehingga terjalin hubungan keakrabannya yang semakin erat.
Dalam pernikahan Bugis tentu banyak prosesi yang akan di lakukan sesuai dengan adat dan budaya yang berlaku. Karna menurut kepercayaan masyarakat Bugis bila salah satu sesi adat tidak di laksanakan maka akan mempengaruhi kelangsungan pernikahan si pengantin.
Salah satu prosesi penting dalam tradisi pernikahan Bugis adalah _MAPPASIKARAWA_. Setelah ijab kabul lah sesi ini di lakukan, dimana pengantin laki-laki memegang bagian-bagian tubuh mempelai wanita (istrinya) sebagai simbol atau tanda bahwa keduanya telah sah dan halal untuk bersentuhan
Sentuhan yang di maksud dalam mappasikarawa pertama-tama pada bagian kepala (ubun-ubun) sang istri, maknanya agar suami tidak di pandang rendah dan di remehkan oleh istri. Kemudian menyentuh bagian atas dada sang istri dengan makna kelak pasangan tersebut akan mendatangkan rezeki banyak ibarat gunung yang tinggi dan besar.
Dilanjutkan dengan berjabat tangan atau menyentuh ibu jari, maknanya adalah agar suami istri ini bisa saling menjaga dan saling mengerti agar kelak jika terjadi masalah atau pertengkaran dalam rumah tangga keduanya bisa saling memaafkan.
Setelah mappasikarawa atau saling menyentuh selesai, kedua mempelai akan di do’akan oleh si pappasikarawa atau orang pilihan yang di percayakan untuk menuntun dan membimbing orang yang akan di pasikawa tersebut. Itu lah salah satu prosesi menjemput cinta yang masih terus di lestarikan hingga sekarang.
Penulis: Listianti, Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam IAIM Sinjai
Komentar