oleh

Rencana Tambang di Sinjai Sulsel Dapat Kritikan Dari AMPERA: Hadirkan Jejak Luka Bagi Masyarakat Lokal

Editor:

SINJAI, Jendela Satu— Penolakan rencana aktivitas tambang di Sinjai, Sulawesi Selatan (Sulsel) semakin menguat.

Kali ini disampaikan oleh Aliansi Mahasiswa Pemuda Rakyat (AMPERA) Sinjai, Isyal Aprisal.

Isyal menegaskan peringatan keras kepada seluruh pihak yang mencoba mendorong masuknya investasi tambang di Sinjai.

Kehadiran isu tambang membawa janji-janji manis bahwa pertambangan akan mensejahterakan rakyat Sinjai justru menjadi sorotan tajam.

Menurut, Ical, bahwa sejauh ini tidak ada satupun perusahaan tambang yang benar-benar menghadirkan kesejahteraan bagi masyarakat lokal.

“Jika tambang jadi dipaksakan masuk, bersiaplah melihat masyarakat Sinjai mengungsi dari kampungnya sendiri. Bukan kesejahteraan yang datang, tetapi bencana ekologis dan sosial. Tidak ada satu pun tambang selama ini yang menghadirkan kemakmuran, yang ada hanya meninggalkan jejak luka terhadap alam dan penderitaan bagi rakyat,” ucap Isyal, Sabtu (15/11/2025).

Lebih lanjut, Isyal bahwa pengalaman di berbagai daerah di Indonesia sudah sangat jelas menunjukkan pola yang sama, hutan rusak, tanah retak, sungai tercemar, banjir meningkat dan masyarakat lokal harus hidup dalam ketidakpastian.

“Hal inilah yang membuat AMPERA Sinjai menolak keras segala bentuk eksploitasi yang mengabaikan keselamatan ekologis,” lanjutnya.

Disampaikan Isyal, bahwa kehadiaran PT Trinusa, yang mengiming-imingkan akan menjadi pelopor tambang di Sinjai.

“Perusahaan tersebut dinilai membawa dokumen yang tidak jelas, sehingga menambah kecurigaan publik terhadap rencana eksploitasi yang hendak dijalankan,” Jelasnya.

Isyal menekankan bahwa kebijakan apa pun yang berpotensi mengusik ruang hidup masyarakat akan berhadapan langsung dengan kekuatan rakyat Sinjai.

Rencana pertambangan ini bukan hanya tanpa kejelasan, tetapi juga mengandung ancaman besar terhadap keberlanjutan hidup masyarakat setempat.

Isyal juga mengkritik minimnya transparansi dalam rencana pertambangan yang dibahas. Ia mempertanyakan kesiapan dokumen AMDAL, keterlibatan masyarakat dalam proses sosialisasi, serta motif pihak-pihak tertentu yang ingin membuka ruang bagi perusahaan tambang tanpa mempertimbangkan risiko jangka panjang.

“Sinjai bukan untuk diperjualbelikan. Pemerintah daerah seharusnya berdiri di sisi rakyat, bukan menjadi pintu masuk bagi kerusakan yang hanya menguntungkan segelintir elite. Kami mengingatkan, AMPERA Sinjai tidak akan tinggal diam. Kami siap mengonsolidasikan rakyat, mahasiswa, dan seluruh elemen sipil untuk turun ke lapangan menolak kebijakan yang menghancurkan masa depan daerah ini,” terangnya.

AMPERA Sinjai menegaskan bahwa keselamatan ruang hidup jauh lebih berharga dibanding keuntungan jangka pendek yang dijanjikan perusahaan tambang. Bumi Panrita Kitta, dengan warisan alam, budaya, dan sejarahnya, menurut mereka justru harus diperkuat sebagai wilayah yang berkelanjutan, bukan sebagai ladang eksploitasi yang berpotensi menjadi sumber bencana.

“Kami tidak ingin Sinjai menjadi daerah yang hanya menyisakan kenangan pahit. Alam yang rusak tidak akan kembali. Air yang tercemar tidak akan mudah dipulihkan. Dan masyarakat yang kehilangan tanahnya tidak akan pernah mendapatkan penggantian yang sepadan,” tandasnya.

Komentar