oleh

Soal Penundaan Pemilu 2024, Mahfud MD Beri Respons Keras: Sensasi Berlebihan

Editor:

JAKARTA, Jendela Satu— Putusan penundaan Pemilu 2024 oleh Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat menuai tanggapan dan kritik mulai dari kalangan mahasiswa hingga petinggi negara.

Seperti tanggapan yang dilayangkan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Republik Indonesia (RI) Mahfud MD.

Mahfud MD mengatakan bahwa putusan PN Jakarta Pusat terkait penundaan Pemilu adalah sensasi berlebihan.

“Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat membuat sensasi yg berlebihan. Masa, KPU divonis kalah atas gugatan sebuah partai dalam perkara perdata oleh PN. Vonis itu salah, logikanya sederhana, mudah dipatahkan tapi vonis ini bisa memancing kontroversi yg bisa mengganggu konsentrasi. Bisa saja nanti ada yang mempolitisir seakan-akan putusan itu benar,” katanya seperti dikutip dari akun Instagram resminya.Sabtu, (04/03/2023).

Lebih lanjut, ia mengajak Komisi Pemilihan umum (KPU) melakukan banding dan melawan secara hukum.

“Saya mengajak KPU naik banding dan melawan habis-habisan secara hukum. Kalau secara logika hukum pastilah KPU menang. Mengapa? Karena PN tidak punya wewenang untuk membuat vonis tersebut,” ujarnya.

Baca Juga:  Hasil Survei Capres 2024: Prabowo 40,1%, Ganjar 35,9%, AMIN 22,2%

Professor yang dikenal sebagai politisi, akademisi, hingga hakim ini mengungkapkan alasan hukum KPU bisa menang dalam banding. Alasannya sebagai berikut :

1. Sengketa terkait proses, administrasi, dan hasil pemilu itu diatur tersendiri dalam hukum. Kompetensi atas sengketa pemilu bukan di Pengadilan Negeri.

“Sengketa sebelum pencoblosan jika terkait proses admintrasi yang memutus harus Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), tapi jika soal keputusan kepesertaan paling jauh hanya bisa digugat ke Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN),”

“Nah, Partai Prima sudah kalah sengketa di Bawaslu dan sudah kalah di PTUN. Itulah penyelesaian sengketa administrasi jika terjadi sebelum pemungutan suara,”

“Adapun jika terjadi sengketa setelah pemungutan suara atau sengketa hasil pemilu maka menjadi kompetensi Mahkamah Konstitusi (MK). Itu pakemnya. Tak ada kompetensinya Pengadilan Umum, perbuatan melawan hukum secara perdata tak bisa dijadikan obyek terhadap KPU dalam pelaksanaan Pemilu,” kata dia.

2. Hukuman penundaan pemilu atau semua prosesnya tidak bisa dijatuhkan oleh PN sebagai kasus perdata. Tidak ada hukuman penundaan pemilu yang bisa ditetapkan oleh PN.

Baca Juga:  Aidil Fajri Nyatakan Sikap Maju Calon Ketua Umum HIPPMAS

“Menurut UU penundaan pemungutan suara dalam pemilu hanya bisa diberlakukan oleh KPU untuk daerah-daerah tertentu yang bermasalah sebagai alasan spesifik, bukan untuk seluruh Indonesia,”

“Misalnya, di daerah yang sedang ditimpa bencana alam yang menyebabkan pemungutan suara tidak bisa dilakukan. Itupun bukan berdasar vonis pengadilan tetapi menjadi wewenang KPU untuk menentukannya sampai waktu tertentu,” tutur politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini.

3. Menurutnya, vonis PN tersebut tak bisa dimintakan eksekusi. Harus dilawan secara hukum dan rakyat bisa menolak secara masif jika akan dieksekuasi.

“Harus dilawan secara hukum dan rakyat bisa menolak secara masif jika akan dieksekuasi. Mengapa? Karena hak melakukan pemilu itu bukan hak perdata KPU.Mengapa? Karena hak melakukan pemilu itu bukan hak perdata KPU,” terangnya.

4. Penundaan pemilu hanya karena gugatan perdata partai politik (Parpol) bukan hanya bertentangan dengan UU tetapi juga bertentangan dengan konstitusi yang telah menetapkan pemilu dilaksanakan 5 tahun sekali.

“Kita harus melawan secara hukum vonis ini. Ini soal mudah, tetapi kita harus mengimbangi kontroversi atau kegaduhan yang mungkin timbul,” pungkasnya.

Baca Juga:  Pastikan Kondusifitas Arus Balik, Brimob Bone Patroli di Pelabuhan Bajoe

Sebelumnya, pada (02/03) Humas PN Jakarta Pusat Zulkifli Atjo menjelaskan bahwa putusan gugatan perkara nomor: 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst tersebut, majelis hakim mengabulkan gugatan Partai Prima yang salah satunya tergugat yakni KPU diminta tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu 2024.

“Jadi pada prinsipnya putusan itu dikabulkan adalah ya bunyinya itu menghukum tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu 2024 sejak putusan diucapkan dan melaksanakan tahapan pemilihan umum dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan dan 7 hari,” katanya.

Ia juga menuturkan bahwa tidak ada penundaan Pemilu cuma menghukum tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan pemilihan umum 2024

“Tidak mengatakan menunda Pemilu ya, tidak. Cuma itu bunyi putusannya seperti itu. Menurut saya, itu menghukum tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu 2024,” pungkasnya seperti dilansir dari Sindo News Sabtu (04/03/2023).

Diketahui Gugatan dilayangkan Partai Prima karena merasa dirugikan oleh KPU dalam proses verifikasi administrasi partai politik yang kemudian ditetapkan dalam Rekapitulasi Hasil Verifikasi admnistrasi partai politik calon peserta Pemilu.

Komentar