oleh

Pilih IPK atau Intelektual, Begini Penjelasan Ketua HPI UIAD Sinjai

Editor:

SINJAI, Jendela Satu— Didunia kampus yang penuh dinamika, muncul dua karakter mahasiswa yang sering kita temui dalam percakapan sehari-hari.

Hal tersebut biasanya disebut sebagai mahasiswa kupu-kupu atau kuliah-pulang dan Aktivis.

Hal tersebut dikarenakan oleh tenggelamnya dalam arus organisasi.

Keduanya, seringkali dipandang kontras, bahkan dipertentangkan secara diam-diam di berbagai forum dan ruang obrolan mahasiswa.

Namun, adakah gunanya membenturkan dua dunia ini?

Ataukah justru kita menyatukan dan membentuk sebuah pola baru Mahasiswa dengan value yang lebih kompleks.Kupu-Kupu dan Organisasi: Dua Jalan.

Mahasiswa “kupu-kupu” biasanya dipersepsikan sebagai sosok yang tenang, tertib, dan fokus pada dunia akademiknya.

Mereka rajin hadir di kelas, mengejar IPK tinggi, dan menaruh perhatian penuh pada tugas, jurnal, dan lembar-lembar teori.

Tidak jarang juga di isi dengan mahasiswa yang sekedar datang ke kampus untuk memamerkan fashion, style, atau bahkan untuk sekedar stor muka saja.

Di sisi lain, mahasiswa yang aktif dalam organisasi lebih akrab dengan forum-forum diskusi, advokasi, kepanitiaan, rapat hingga larut malam, dan dinamika gerakan kolektif.

Mereka sibuk membahas politik, pemerintahan, ekonomi, dan pergerakan yang lebih ke implementasi nilai yang jauh dari teori pembelajaran kampus.

Sayangnya, keduanya sering terjebak dalam stereotip yang satu dianggap pasif, dan yang lain dinilai lalai terhadap nilai akademik.

Padahal, keduanya memiliki peran penting yang tidak bisa berdiri sendiri-sendiri.

Idealnya, mahasiswa adalah mereka yang mampu memadukan kecermatan berpikir dan ketajaman aksi, yang tidak hanya cakap dalam menjawab soal ujian, tetapi juga sigap dalam menghadapi tantangan sosial dan kepemimpinan. bukan hanya lihai dalam membuat makalah atau jurnal, tetapi yang mampu berbicara dengan argumentasi kuat yang terstruktur.

Mahasiswa yang hanya sibuk mengejar nilai IPK tinggi, dengan modal hadir absen muka senyum saja belum cukup untuk menghadapi tantangan perkembangan zaman, dimana mental yang kebal dibutuhkan dalam persaingan dunia kerja yang tidak remeh.

Sebaliknya, mahasiswa aktivis yang terbawa oleh arus organisasi hingga lalai dalam perkuliahan dan nilai akademis juga tidak komplektif dalam idealisme kepemimpinan, tanggung jawab yang di bangun tidak hanya dalam skala organisasi, tetapi juga kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai mahasiswa di dalam perkuliahan.

Kehidupan kampus bukan hanya soal teori di buku, tetapi juga tentang bagaimana kita memahami manusia, sistem, dan nilai-nilai kolektif. Akademik mengasah disiplin, Organisasi membentuk karakter dan ketika keduanya bersinergi, maka lahirlah manusia-manusia muda yang tidak hanya pintar secara kognitif, tapi juga tangguh secara etik dan sosial.Membangun Ekosistem Kampus yang Holistik.

Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Himpunan Hukum Pidan Islam (HPI) Universitas Islam Ahmad Dahlan (UIAD) Sinjai, Andi Ikram Makkawaru.

“Saya memandang pentingnya membangun ruang yang memberi peluang bagi mahasiswa untuk tumbuh secara seimbang,” ucap Ketua HPI, Ikram, Kamis (31/07/2025).

“Kita tidak ingin kampus ini melahirkan generasi yang hanya pandai menyusun makalah, tapi gagap ketika harus bersuara. Sebaliknya, kita juga tidak ingin mencetak mahasiswa yang penuh slogan, tapi kehilangan akar akademiknya,” lanjutnya.

Dikatakan, Ikram, mengatakan bahwa mari bersama-sama kita bentuk lingkungan belajar yang inklusif yang menghargai semangat belajar di kelas dan gairah berorganisasi, yang tidak menghakimi pilihan, tapi justru memberi ruang bagi setiap mahasiswa untuk berkembang dalam keseimbangan.

“Karena menjadi mahasiswa bukan soal memilih kupu-kupu atau organisasi. Tapi bagaimana kita memilih untuk lahir, apakah cukup dengan satu sayap atau keduanya,” terangnya.

Komentar