Jendela Satu— Sebuah video dengan narasi tidak boleh keluar saat 21 Desember 2022, ramai di media sosial.
Pasalnya, dalam video itu, menyebutkan bahwa 21 Desember mendatang akan terjadi fenomena solstis.
Video itu mendapatkan komentar dari warganet, dan telah ditonton oleh lebih dari 4,8 juta pengguna.
Menurut dia, solstis adalah gerak semu tahunan matahari yang menjangkau kedudukan di atas garis balik selatan.
Lantas, benarkah pada 21 Desember 2022 akan terjadi fenomena solstis? Dan benarkah masyarakat tidak boleh keluar rumah?
Dilansir dari Kompas, Penjelasan BRIN
Peneliti di Pusat Riset Antariksa Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Andi Pangerang mengatakan, solstis adalah fenomena astronomi biasa.
Saat solstis, menurut Andi, tidak ada larangan bagi masyarakat untuk keluar rumah. Sebab, solstis tidak berkaitan dengan aktivitas berbahaya apa pun.
“Sebenarnya solstis sama sekali tidak berkaitan dengan aktivitas seismik atau kegempaan, solstik juga tidak berkaitan dengan aktivitas vulkanologi,” ujarnya.
Andi menjelaskan, solstis terjadi karena sumbu rotasi bumi miring 23,5 derajat terhadap bidang tegak lurus ekliptika atau poros kutub utara dan selatan langit.
Kondisi ini, lanjut dia, terjadi dua kali dalam setahun, yakni saat Juni dan Desember.
Saat Juni, solstis terjadi lantaran kutub utara dan belahan Bumi utara condong ke arah MarahariFenomena ini juga menyebabkan Matahari terbit dari arah tenggara dan terbenam di arah barat daya.
Namun demikian, terbitnya Matahari tersebut kembali disesuaikan dengan lintang geografis masing-masing wilayah.
Penuturan Andi, lintang tinggi terutama di belahan Bumi selatan, Matahari cenderung terbit di arah tenggara agak selatan dan terbenam di arah barat daya agak selatan.
Bukan 21 Desember 2022, Andi meluruskan bahwa fenomena solstis tahun ini terjadi pada 22 Desember 2022.
Dampak solstis
Menurut Andi, solstis berdampak langsung pada lamanya waktu siang dan malam.
Untuk belahan Bumi utara, kata dia, panjang siang akan lebih pendek dibandingkan dengan panjang malamnya.
Sebaliknya, saat solstis Desember mendatang, belahan Bumi selatan akan mengalami siang lebih panjang daripada malam.
“Jadi panjang siang ini diukur dari waktu Matahari terbit hingga Matahari terbenam. Itu dihitung durasinya berapa, itulah yang menjadi panjang siang,” tutur dia.
Sementara itu, panjang malam diukur mulai Matahari terbenam hingga Matahari terbit.
“Untuk di Indonesia sendiri saat solstis Desember di belahan Bumi bagian utara seperti di Sabang, Miangas, dan Tarakan, itu panjang siangnya hanya 11,5 jam,” papar Andi.
Sedangkan di Indonesia belahan selatan, seperti Pulau Rote dan Pulau Timor, durasi siang menjadi lebih panjang dari biasanya, yakni sekitar 12,7 jam.
Adapun di bagian lintang tinggi belahan Bumi utara, Andi menjelaskan bahwa solstis menjadi pertanda awal musim dingin.
“Sebaliknya di belahan bumi selatan, solstis Desember di belahan Bumi seLatan mengalami musim panas. Dan menjadi awal dari musim panas,” ungkap Andi.
Komentar